Jakarta - Fitra Iskandar 43 sudah lebih dari 30 tahun menggunakan layanan perpipaan PAM Jaya. Warga Kelurahan Kepala Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, itu mengaku tak punya pilihan lain dalam akses layanan air bersih. Pasalnya, kualitas air tanah di wilayah tersebut buruk. Menurut Fitra, pada akhir 1980-an saja, air tanah sudah terasa asin, kendati kala itu masih bisa dipakai untuk cuci piring dan baju. "Semakin ke sini, rasa air tanahnya semakin asin, baru akhirnya ditinggalkan warga dan sepenuhnya pakai PAM," ucap Fitra kepada Journal Resolusi Tahun Baru, Antara Tekad dan Angan-Angan Journal Harga Rokok Naik, Antara Perlindungan Kesehatan Masyarakat dan Penerimaan APBN VIDEO JOURNAL Untung Rugi Kenaikan Cukai Rokok Air PAM biasa dia pakai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi. Untuk minum, Fitra memilih menggunakan air kemasan galon, sedangkan air PAM yang ingin digunakan untuk masak atau minum, biasanya ia endapkan dulu di ember sebelum dimasak. Layanan air PAM di tempat tinggal Fitra juga nyaris tidak pernah mati dan semburan airnya cukup besar. Journal Tinggalkan Air Tanah untuk Selamatkan Jakarta, Siapkah PAM Jaya? Journal Tanggul Jakarta dan Misi Menyelamatkan Ibukota Journal Merangkai Benang Kusut Royalti Lagu dan Musik Indonesia Dua minggu lalu air yang keluar sangat kotor, tapi itu terjadi hanya sehari, setelah itu layanan normal kembali. "Tagihan rata-rata Rp200 ribu sebulan, itu pemakaian lima orang di rumah. Ya masih wajar lah harga segitu," katanya. Setali tiga uang, Thomas 32 setiap bulannya mesti merogoh kocek Rp100 ribu-120 ribu untuk membayar tagihan air PAM Perusahaan Air Minum. Warga Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara ini cukup puas dengan pelayanan dan kualitas air yang diperolehnya. Air tersebut bisa ia gunakan untuk keperluan sehari-hari. Jumlah tagihan sebesar itu menurutnya masih wajar dengan pemakaian air sehari-hari untuk dua orang. Sebelumnya Thomas pernah menggunakan air tanah, tapi dia mengaku memilih memakai air PAM, karena lebih bagus. "Airnya PAM kencang, terus bagus juga. Sehari-hari ya bisa dipakai mandi. Minum juga bisa tapi pakai penyaring air dulu," kata Thomas kepada Fitra dan Thomas termasuk warga Jakarta Utara yang beruntung dapat memperoleh akses pelayanan perpipaan dari PAM Jaya. Dalam peta cakupan layanan jaringan perpipaan PAM Jaya, dari lima kota administrasi di DKI Jakarta, sejumlah area di Jakarta Utara dan Barat merupakan zona merah. Artinya, area itu belum memiliki akses perpipaan. Warna biru dalam peta cakupan layanan PAM berarti jaringan perpipaan sudah masuk di wilayah tersebut. Adapun warna hijau dalam peta itu artinya wilayah tersebut belum ada jaringan perpipaan, tapi kondisi air tanahnya masih bagus. Belum 100 Persen Lalu, bagaimana nasib wilayah yang belum dijangkau atau terlayani PAM, sedangkan kualitas air tanah di daerah tersebut tergolong buruk? Kenapa juga PAM belum mampu memaksimalkan layanan air bersih, baik secara kualitas maupun kuantitas hingga 100 persen? Padahal, eksploitasi air tanah sudah harus dikurangi agar penurunan muka tanah di Jakarta tidak semakin parah. Terdapat berbagai faktor kenapa wilayah tersebut tidak mempunyai akses perpipaan. Pihak PAM Jaya menyebut, ketiadaan sumber alternatif air baku menjadi penyebabnya. "Sampai dengan saat ini kami prioritas bagaimana melayani daerah-daerah yang berwarna merah tersebut," ujar Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang Herwono kepada Sampai tahun 2020, cakupan layanan sumber air di DKI Jakarta baru mencapai 65 persen. Sedangkan jumlah pelanggan PAM Jaya hingga Juni 2021 sekitar 907 ribu orang. PAM sendiri menargetkan layanan mencapai 100 persen pada 2030. Air perpipaan yang mengalir ke Jakarta diketahui kurang lebih liter per detik. Untuk mencapai cakupan layanan 100 persen, masih kurang sekitar liter air per detik. Namun, pria yang akrab disapa Bambang ini menyebut, pada 2024 akan ada tambahan volume air sekitar liter per detik dari Sistem Penyediaan Air Minum SPAM Karian dan Jatiluhur. Sementara di Kepulauan Seribu, yang tidak ada sumber air permukaan, PAM Jaya pada 2019 membangun Instalasi Pengolahan Air IPA SWRO atau Sea Water Reverse Osmosis, di mana air bakunya berasal dari laut. Terdapat sembilan dari 11 pulau berpenghuni di Kepulauan Seribu yang dilayani PAM melalui IPA SWRO atau secara cakupan mencapai 77 persen. Tapi, Bambang mengakui, biaya produksi SWRO jauh lebih mahal ketimbang menggunakan air hak atas akses air melalui sistem pipanisasi dari PAM JAYA belum dirasakan seluruh warga Jakarta. Padahal akses air lewat pipa untuk warga dan industri, berpengaruh besar pada kecepatan penurunan tanah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta tera...Kualitas Buruk Air Baku Sungai JakartaPetugas menggunakan alat berat untuk mengeruk lumpur serta memperlebar aliran Kali Krukut di kawasan Kemang, Jakarta, Selasa 10/11/2020 AntoniusPemprov DKI Jakarta dalam RAPBD tahun 2021-2022, mengusulkan adanya Peraturan Gubernur nomor 57 tahun 2021, yang mana pergub tersebut mengajukan dana subsidi sebesar Rp33,58 triliun pada APBD perubahan 2021 dan APBD 2022. Subsidi diberikan sebagai bentuk upaya Pemprov DKI Jakarta untuk kesetaraan pelayanan air bersih warga Ibu Kota. PAM Jaya sendiri membutuhkan dana sebesar Rp30,1 triliun untuk memenuhi cakupan layanan sumber air bagi masyarakat Provinsi DKI Jakarta sampai 100 persen. Anggaran tersebut diperlukan untuk proses konstruksi beberapa inisiatif pemenuhan layanan sumber air hingga tahun 2030. Biaya yang besar tersebut dibutuhkan untuk pembangunan jaringan distribusi dan transmisi. Alokasi dananya sendiri yang pertama untuk inisiatif regional yang terdiri atas proyek SPAM Karian hulu, Jatiluhur hulu-hilir dengan keperluan anggaran Rp13,6 triliun. Lalu, yang kedua yakni proyek SPAM Karian hilir yang memakan anggaran sampai Rp6,8 triliun. Dan ketiga adalah Buaran III, uprating Buaran, Ciliwung, Pesanggrahan, SPAM Komunal, dan untuk new improvement dengan total kebutuhan anggaran mencapai Rp9,7 triliun. Pemprov DKI Jakarta dalam RAPBD 2021-2022 telah mengusulkan Pergub No. 57/2021, yang mengajukan dana subsidi dengan nilai Rp33,58 triliun pada APBD Perubahan 2021 dan APBD 2022. Pengajuan subsidi itu merupakan upaya merealisasikan kesetaraan pelayanan air bersih di DKI Jakarta. Sampai sekarang, sumber air dan cakupan layanan perpipaan di DKI Jakarta masih begitu tergantung pada air baku yang berasal dari luar area. Sebanyak 81 persen layanan air baku minum perpipaan di DKI Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur atau setara liter per detik, sedangkan enam persen diambil dari sungai yang ada di Jakarta. Kendati terdapat 13 sungai yang melewati wilayah Ibu Kota, ditambah ada 108 embung, situ, dan waduk di DKI Jakarta, faktanya hanya enam persen air baku yang bisa dimanfaatkan untuk pelayanan air minum warga Jakarta. Enam persen air baku yang berasal dari sungai di Jakarta yakni sekitar liter air per detik, di mana Kali Krukut menyumbang 400 liter air per detik dan Banjir Kanal Barat sebesar 800 liter per detik. Untuk mengolah air baku yang berasal dari sungai di Jakarta, kata Bambang, diperlukan treatment lanjutan, karena kualitasnya yang di bawah standar. Proses pengolahannya pun ditambahkan teknologi yang lengkap sehingga biayanya menjadi lebih mahal. Bambang menerangkan, kondisi yang ada sekarang mesti dimanfaatkan hingga menyentuh standar cakupan layanan minimal sebanyak 80 persen. Sebab, berdasarkan regulasi yang berlaku, apabila belum 80 persen, semua keuntungan PAM harus dipakai demi mencapai standar tersebut. Masih ada 35 persen celah yang belum terpenuhi dalam cakupan layanan PAM Jaya untuk mencapai 100 persen. PAM perlu menciptakan pasokan air sebanyak liter per detik serta non-revenue water NRW yang hanya sampai 18 persen. Non Revenue Water NRW atau ATR Air Tak Berekening merupakan perbedaan jumlah air yang masuk ke sistem distribusi dengan air yang tercetak di rekening. NRW adalah jumlah dari air yang dikonsumsi tak berekening unbilled consumption dan kehilangan air water losses. Rintangan dan Hambatan Bambang mengatakan, ada tantangan dan rintangan dalam upaya PAM mencapai target 100 persen cakupan layanan sumber air bagi masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Salah satu rintangannya yakni sengketa lahan. Menurut Bambang, ada warga yang punya KTP DKI dan berhak memperoleh air bersih, tapi tinggal di daerah lahan yang menjadi sengketa. Sebelumnya, PAM tidak bisa melayani warga-warga seperti itu. Namun, kini bisa dengan Sambungan Langsung Khusus SLK, agar warga yang menempati daerah yan status kepemilikan lahannya tidak jelas, tetap memperoleh air bersih. Yang kedua adalah resources yang terbatas, dalam hal ini adalah air baku. Di Kepulauan Seribu, tidak memungkinkan lagi kita terus-menerus melakukan ekstraksi Air Tanah Dalam, sehingga dibuat SWRO supaya warga di sana mendapatkan air berkualitas. Area-area yang berwarna merah di peta cakupan layanan PAM DKI Jakarta, dilayani dengan cara atau model melalui kios-kios air. Kemudian, ketiga ada keterjangkauan. Dalam beberapa hal, SWRO memiliki harga pokok produksi lebih tinggi, dibanding tarif yang diberlakukan kepada warga yang memperoleh airnya. PAM memastikan keterjangkauan, tapi tetap melihat operasionalnya yang harus full cost recovery. Ini yang kemudian memunculkan subsidi tarif, merujuk kepada Permendagri 70/2016; Permendagri 21/ Sumber AirSeorang anak saat mandi di dekat sungai di kawasan Latuharhari, Jakarta Pusat. AntoniusDirektur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga, mengatakan Jakarta sebenarnya tidak kekurangan stok air. Justru DKI memiliki banyak sumber air. Masalahnya, sumber air tersebut tercemar dan tidak pernah dioptimalkan. "Ada beberapa sumber air yang kalau dari awal direncanakan dengan baik, justru kita mempunyai potensi air yang berlebih. Air permukaan ada 13 sungai. Kalau kita jamin airnya bersih, tidak ada sampah dan limbah, berarti air itu kan siap pakai. Jumlah 13 sungai itu lebih dari cukup kalau kita gunakan sebaik-baiknya," kata Nirwono kepada Jakarta juga memiliki 109 situ, danau, embung dan waduk. Belum lagi ditambah perencanaan pembangunan 20 waduk baru sampai 2030. Artinya, kata Nirwono, kalau semua waduk itu dioptimalkan terutama ketika musim hujan untuk menampung air yang banyak dan bebas dari sampah serta limbah, maka ini juga menjadi potensi air yang bisa digunakan. "Selain itu, di utara Jakarta ada laut yang begitu luas. Air sungai yang terbuang atau mengalir ke laut, itu masih bisa potensinya untuk ditampung dan digunakan sebagai air bersih. Ini yang tidak dilakukan." "Potensi air semua itu selama ini jadi tempat pembuangan sampah dan limbah yang mengakibatkan air tidak siap digunakan. Kalau pun diolah butuh kerja keras. Ini yang membuat seolah-olah Jakarta kekurangan air," ucap dia. Dosen Universitas Trisakti itu mengakui, kualitas sumber air Jakarta untuk menyuplai ke PAM Jaya memang di bawah standar. Tapi, itu terjadi karena kesalahan manusia, bukan alamnya. "Harusnya di sungai itu kan tidak ada pemukiman, sehingga kita bisa menjamin bahwa air sungai yang mengalir tadi bebas dari sampah dan limbah rumah tangga. Begitu juga dengan situ, embung dan waduk, kita membayangkan itu di sekitarnya taman, bukan pemukiman, sehingga dapat dijamin air hujan yang ditampung itu bebas dari sampah dan limbah." Pencemaran sungai, kata Nirwono, berasal dari bangunan yang ada di tepi sungai. Mulai dari pemukiman sampai industri rumah tangga. "Kalau itu ditertibkan, otomatis kan sumber utama pencemarannya bisa dihentikan. Selama kita masih memperlakukan air permukaan sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah, maka sampai kapan pun sumber air yang ada di Jakarta tidak bisa digunakan PAM." "Jadi di sini bagaimana tanggung jawab pemprov DKI menjamin kualitas air permukaan itu layak digunakan PAM," ucap dia. Nirwono menjelaskan, kunci pengadaan air bersih di Jakarta ada tiga, yakni kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Secara kuantitas, Jakarta seharusnya tak kekurangan karena memiliki banyak sumber air. Sementara secara kualitas, Jakarta harusnya memiliki kualitas air yang bagus. Namun, karena sumbernya tercemar, maka kualitasnya berada di bawah standar. "Kalau secara kontinuitas, sepanjang tahun ini kan hujan terus. Artinya pasokan air memadai, sayangnya tidak dikelola dengan baik," ucap pria lulusan Royal Melbourne Institute of Technology tersebut. / TriyasniTarif Air PAM, Mahal atau Murah?Warga mengantre mengambil air minum gratis saat run for water di CFD, Jakarta, Minggu 25/3/2018 YuniarTarif air perpipaan di Jakarta paling rendah berada pada titik Rp per meter kubik 1 meter kubik = liter, sedangkan tertinggi mencapai per meter kubik. Tarif rata-ratanya sendiri berada di sekitar angka Hal itu berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis PTO Air Minum Semester 1, Tahun 2007. Menurut Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo, pihaknya telah menyesuaikan tarif pelanggan bagi keperluan rumah tangga, sosial, hingga industri. Sementara untuk di luar Jakarta, ia mengakui daerah lain ada yang tarifnya lebih tinggi dan lebih rendah. "Jadi harus punya benchmark-lah. Karena model tarif kita kan memang subdisi ya, internal subsidi. Ada yang tinggi untuk komersial industri, dan yang rendah untuk sosial itu ungkap Bambang. Tempat-tempat yang digunakan untuk kegiatan sosial seperti panti asuhan, panti jompo, rumah ibadah, serta fasilitas publik, tarif yang dikenakan oleh PAM sebesar Rp per meter kubik. Sementara untuk kategori rumah tangga kelas bawah dan yang selevel, tarifnya per meter kubik, tapi apabila pemakaian air mencapai 20 meter kubik atau lebih, tarifnya menjadi per meter kubik. Adapun untuk kategori rumah tangga menengah dan selevelnya, tarif yang dikenakan senilai per meter kubik, namun jika pemakaian air mencapai 20 meter kubik atau lebih, tarifnya menjadi per meter kubik. Untuk kategori rumah tangga menengah atas dan selevelnya seperti aparteman menengah atas, perkantoran, restoran, rumah sakit swasta, dan industri kecil dikenai tarif air PAM sebesar per meter kubik, tapi tarif menjadi Rp apabila pemakaian mencapai 20 meter kubik atau lebih. Kemudian untuk kategori pelanggan seperti hotel berbintang, salon kecantikan, kafe, bank, pabrik, hingga apartemen mewah dan kondominium wajib membayar tarif air senilai per meter kubik. Tarif tertinggi yakni sebesar per meter kubik dikenakan untuk Pelabuhan Tanjung Priok. Dengan tarif sebesar itu, menurut Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta, seharusnya kualitas air yang didapat sudah sangat bersih dan siap minum. Seperti di Singapura, air layanan perpipaannya sudah bisa langsung diminum oleh pelanggan. Seperti dilansir situs pemerintahan Singapura tarif air bersih siap minum yang harus dibayarkan penduduk Singapura sebesar 1,21 dolar Singapura per meter kubik ditambah pajak 50 persen dan waterborne fee 0,92 dolar Singapura. Jadi, total dibayar sebesar 2,74 dolar Singapura per meter kubik atau setara per meter kubik. Tapi, bila pemakaian air melebihi 40 meter kubik, maka tarif menjadi 3,69 dolar Singapura per meter kubik atau sekitar Sementara itu, berdasarkan data yang dikumpulkan, pada 2020, tarif air bersih di Malaysia yang dikenakan kepada pelanggan yakni sebesar 1,38 ringgit per meter kubik air atau setara per meter kubik. Lebih murah dibandingkan Indonesia, yang tarif rata-ratanya mencapai Belajar dari Singapura Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga berharap, Jakarta bisa belajar dari Singapura. Dengan bentuk pulau dan sumber air yang terbatas, Singapura berhasil mandiri secara kebutuhan air. Kuncinya adalah Negeri Singa mampu melakukan pengelolaan air secara berkelanjutan. "Di Singapura, air selokan bisa ditampung kemudian diolah dengan teknologi terbaru dan diproduksi sebagai air botolan, langsung diminum. Ini menunjukkan bahwa air itu sebenarnya bisa diolah, bisa digunakan, bahkan bisa diminum untuk kebutuhan sehari-hari," ujarnya. Menurut dia, kalau Singapura bisa, maka Jakarta juga harusnya bisa. Sayangnya, Jakarta punya tidak agenda besarnya. "Kapan warga Jakarta bisa minum dari keran seperti di Singapura. Kalau mau jalan pintas, kan bisa langsung kerjasama dengan Singapura, kita adopsinya teknologinya. Sayangnya, selama 20 tahun ini saya tidak melihat ada rencana induk atau semacam masterplan-nya," ucap dia. "Kalau kita lihat dari komitmen gubernurnya, paling tidak dari tahun 2000-an zaman Pak Gubernur Sutiyoso sampai sekarang, tidak ada satu pun gubernur yang berani menyatakan pada tahun sekian di Jakarta akan tersedia air bersih untuk warga ibukota, bisa minum dari keran seperti di Singapura," dia Sumber Air Baku PAM Jaya Untuk DKI Jakarta / Triyasni* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hampirtiga perempat bumi tertutup oleh air. Kalian dapat menemukannya di samudera, laut, danau, sungai, rawa, kolam, penampungan air, dan sebagainya, termasuk di atmosfer dalam wujud gas. Jumlah total air di bumi termasuk cairan, gas dan es sekitar 336 juta mil kubik (1,4 miliar kilometer kubik), dan sebanyak 97,2% berada di samudera. Jakarta - Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur di era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo ini, isu Jakarta tenggelam masih menghantui warga satu tanda yang membuatnya terasa seolah-olah semakin nyata yakni penampakan permukaan air laut di kawasan pesisir Jakarta Utara. Tanpa kita sadari, kini tingginya setara bahkan hampir melebihi permukaan oleh detikcom, Selasa 20/09/2022 melalui meteran air laut di kawasan Pantai Mutiara, Jakarta Utara, permukaan air laut hanya berjarak sekitar 1-2 meter dari tepi tanggul yang membatasinya dengan daratan. Sedangkan menurut untuk tinggi air lautnya sendiri. Dari tahun ke tahun, tinggi tanggul terus bertambah seiring dengan permukaan air laut yang semakin tinggi. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pengurus kapal di kawas tersebut."Ini semakin tinggi tanggulnya, dulu ini mepet. Tembok sebelah sana dulunya rata sama tanah ini daratan. Terus ditinggi-tinggiin," yang sudah bekerja di sana selama kurang lebih lima tahun telah menyaksikan perubahan yang terjadi dengan tinggi permukaan air laut. Bahkan kini ketika pasang, air laut hanya berjarak sejengkal dari tepi tanggul."Pokoknya tuh untuk deretan tanggul sini jaraknya hampir sejengkal," demikian, kejadian tanggul jebol belum pernah terjadi. Hanya saja beberapa tahun lalu sempat ada kejadian air meluap hingga menyebabkan masyarakat karena itu, ia menyampaikan, pemerintah mulai merencanakan pembaruan tanggul dengan menambah ketinggiannya agar tidak luber ke daratan."Ini nanti mau mulai ada pembaruan lagi, mau ditinggiin. Tapi belum tahu, masih rencana katanya," salah satu faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya hal ini ialah proyek reklamasi pulau. Hal itulah yang menyebabkan daratan semakin turun dan permukaan air laut semakin tinggi."Itu sih banyaknya pembangunan pulau, reklamasi," tambahan informasi, sebelumnya Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin di bulan Agustus lalu sempat menyoroti kembali perkara Jakarta tenggelam salah satunya berkaitan dengan tingginya penggunaan air tanah di Ibu khawatir kondisi tersebut jika dibiarkan terus-menerus akan mengakibatkan bencana tenggelamnya DKI Jakarta pada 2050, sesuai dengan prediksi para ahli."Salah satu hal yang saat ini menjadi tantangan kita bersama, bahwasanya di Provinsi DKI Jakarta isu tentang air minum yang memang masih tingginya pengambilan penggunaan dari air tanah. Penggunaan air tanah ini masih sangat besar sekali di Provinsi DKI Jakarta dan memang ini membuat kemudian banyak efek ekologi menjadi salah satu hal mengancam kehidupan di Jakarta," kata Arief, beberapa waktu juga Video Kawasan Muara Baru Jakut Diprediksi Tenggelam pada 2050[GambasVideo 20detik] dna/dnaDenganpesatnya pembangunan di berbagai tempat di Jakarta, mengakibatkan berkurangnya menyerapnya air ke dalam tanah. Ini mengakibatkan untuk jangka panjang menimbulkan kerusakan lingkungan karena ada kesenjangan antara air yang diambil dari tanah dan kemampuan tanah untuk menyerap air.JAKARTA, - Jakarta tenggelam agaknya bukan menjadi isapan jempol belaka. Pasalnya, sejumlah wilayah di pesisir utara Jakarta membuktikan bahwa naiknya level air laut dan turunnya permukaan tanah telah terjadi. Di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, misalnya, daratan sudah lebih rendah dibanding dengan permukaan air laut. Senin 28/11/2022, menelusuri wilayah pesisir utara Jakarta itu. Ditemani teriknya sinar matahari menjelang siang, perjalanan dimulai saat memasuki Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru. Terdapat tanggul beton dengan tinggi kira-kira dua meter dari sisi daratan. Tanggul membentang memisahkan daratan dan perairan laut. Baca juga Menengok Utara Jakarta yang Akan Tenggelam jika Tak Ada Tanggul Jika berjalan di sisi daratan, seolah tidak terjadi apa-apa. Hanya terdengar suara debur ombak yang menghantam tanggul beton. Namun, saat mengintip ke arah laut dari balik tanggul, akan sangat terlihat jelas bahwa permukaan air laut lebih tinggi dibandingkan daratan. Selisih tingginya bahkan sudah mencapai 1,5 meter. Artinya, apabila tidak ada tanggul, wilayah daratan utara Jakarta sudah pasti tenggelam. Genangan air laut di kawasan Muara Baru Kendati dipisahkan tanggul, bukan berarti sisi daratan kering seluruhnya. Terdapat beberapa genangan yang cukup luas. Warga setempat mengatakan bahwa genangan tersebut berasal dari air laut yang melimpas ke daratan ketika air pasang. "Ya namanya air kan selubang jarum saja bisa lewat. Kan itu ada yang bocor-bocor dari situ," ungkap Beda salah satu warga bernama 56 saat ditemui di kawasan tanggul Muara Baru, Senin. Meski tak sampai merendam hunian semipermanen di sana, air laut setinggi 5-10 sentimeter tampak menggenangi area depan rumah mereka. Baca juga Tanggul Retak, Permukiman Warga di Muara Baru Selalu Tergenang Saat Air Laut Pasang Aliran air laut yang menggenangi perumahan warga cukup mengganggu aktivitas, baik saat menjemur pakaian, maupun mengurusi ternak. Sebab, warga harus bolak-balik melintasi genangan tersebut. Retaknya tanggul laut raksasa Muara Baru Keretakan sisi tanggul disinyalir menjadi penyebab seringnya air laut melimpas ke daratan saat pasang. Dua retakan tersebut berjarak kira-kira 10 meter dari seberang rumah semi permanen milik warga setempat.
terlihatadanya tiga dampak merugikan dari alih fungsi lahan resapan alami menjadi tutupan perkerasan non resapan yaitu: (i) terjadi peningkatan debit-debit puncak banjir yang berarti peningkatan risiko bencana di hilir; (ii) karena rendahnya retensi air hujan maka sebagian besar dari limpasan yang berasal dari hujan langsung terbuang ke lautBulan Maret adalah bulan yang spesial. Hari Air Sedunia baru saja kita peringati pada tanggal 22 Maret yang lalu. Momen ini sekaligus dapat kita jadikan bahan renungan untuk melihat perairan laut yang tercemar akibat lemahnya praktik manajemen sampah daratan dan daerah aliran sungai. Dalam sebuah rilis penelitian yang diterbitkan tahun 2015, para peneliti dari Universitas Georgia yang dipimpin oleh Jenna Jambeck membuat pemeringkatan negara-negara pembuang sampah plastik terbanyak ke laut. Dari estimasi total 275 juta metrik ton MT sampah plastik yang diproduksi dari 192 negara di seluruh dunia pada tahun 2010, diperkirakan terdapat antara 4,8 – 12,7 juta MT masuk ke lautan lepas. Indonesia dalam penelitian tersebut, berada dalam posisi nomor dua dibawah Tiongkok dan berada satu peringkat di atas Filipina . Adapun ketiga negara ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama negara berkembang di Asia, berpenduduk urban padat, dan memiliki batas wilayah yang langsung berbatasan dengan laut. Berbasiskan data 2010, Indonesia menjadi peringkat kedua negara “penyumbang” sampah plastik terbesar di dunia yaitu sebesar 3,2 juta ton, setelah Tiongkok yang sebesar 8,8 juta ton yang lalu disusul oleh Filipina diperingkat ketiga yaitu sebesar 1,9 juta ton. Peta negara-negara pembuang sampah plastik di lautan. Courtesy Jenna R. Jambeck et al klik pada gambar untuk memperbesar Menarik saat mencermati, bahwa negara industri terbesar dunia seperti Amerika Serikat dalam peringkat ini hanya menempati peringkat ke-20. India, negara berpopulasi kedua terbesar di dunia juga berada di luar peringkat sepuluh besar. Padahal kedua negara ini pun sama-sama memiliki wilayah yang langsung berbatasan dengan laut. Amerika Serikat memiliki banyak kota besar di pesisir Pasifik maupun Atlantiknya. Berbeda dengan Tiongkok, Indonesia dan Filipina, ternyata negara-negara ini mampu mengelola sampahnya secara efektif. Selayaknya negara maju, Amerika Serikat memiliki kemampuan untuk mencegah sampah plastik untuk memasuki laut, yaitu lewat infrastruktur pengelolaan sampah yang mampu menurunkan kuantitas kumulatif sampah plastik di darat. Hasil penelitian Jambeck menyebutkan terdapat korelasi kemampuan sebuah negara untuk menjerat dan mengumpulkan’ sampah plastik di darat dengan jumlah sampah di lautan. Semakin efektif pengelolaan maka, jumlah sampah di lautan akan semakin menurun. Karena umumnya sampah di lautan dibawa dan mengikuti aliran air sungai, peneliti lain kolega Jambeck, Kara L. Law menyebutkan terdapat hubungan erat antara jumlah sampah yang ada di lautan dengan tingkat polutan sungai di tiap negara. Negara yang mampu mengelola sungai secara efektif, maka perairan lautnya akan semakin bersih dari sampah plastik. Sampah dari sungai yang dijaring agar tidak masuk dalam perairan laut di Bali. Foto Anton Muhajir Sampah Sungai dan Problem Negara Berkembang Negara kepulauan seperti Indonesia dan Filipina keduanya merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki masalah klasik negara berkembang. Keterbatasan sumberdaya, kapital dan teknologi yang disandingkan dengan geografis pulau, menyebabkan sampah dan sampah plastik mudah lepas dari daratan dan terakumulasi di lautan lepas. Ambilah contoh, perairan Teluk Jakarta, yang merupakan muara dari sekitar 13 sungai dan anak sungai yang melalui kota-kota berpopulasi padat lebih dari 20 juta orang. Perairan Teluk Jakarta saat ini tercemar sampah plastik berskala akut. Tidak heran pasukan oranye sampai perlu diterjunkan tiap hari hanya untuk “menggiring sampah plastik.” Sampah yang hanyut di Teluk Jakarta, merupakan sampah-sampah yang dihanyutkan dari daratan dan sungai. Sampah-sampah ini juga termasuk sisa sampah yang lepas tak tertampung dari sekitar total ton sampah per hari yang dihasilkan dari warga Jakarta dan sekitarnya. Hal yang sama terjadi untuk provinsi kepulauan lain, seperti Bali. Provinsi ini setiap harinya menghasilkan sekitar 10 ribu ton sampah perhari yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir TPA. Tanpa adanya perubahan teknologi dan model penanganan sampah terpadu, sebagian dari sampah akan terus masuk ke perairan, dan menjadi sumber pencemaran baru. Masalah sampah plastik di lautan tidak lepas dari bagaimana kualitas sungai sebagai pembawa limbah. Sungai yang tercemar dan jarak yang relatif pendek antara hulu sungai dan muara sungai, secara khusus di pulau Jawa, Bali dan pulau-pulau kecil lainnya, menyebabkan sampah dan limbah sungai pun menjadi semakin cepat terbawa ke laut. Perairan Teluk Jakarta yang dipenuhi sampah seperti terlihat di Cilincing, Jakarta Utara. Didokumentasikan pada tahun 2013. Foto Beawiharta/Reuters Indonesia mempunyai catatan buruk mengenai polutan sungai. Sungai Citarum pada tahun 2013 dinobatkan oleh Blacksmith Institute, sebuah lembaga non-profit bidang lingkungan di New York, sebagai sungai paling tercemar di dunia. Sungai Citarum, panjangnya sekitar 300 kilometer yang diawali dari lereng Gunung Wayang di tenggara Kota Bandung melewati kawasan pertanian, perikanan, pemukiman, kawasan industri, dan berakhir di Muara Bendera dan terus menuju Laut Utara Jawa. Sungai ini tercemar berat limbah industri tekstil yang tidak memiliki fasilitas IPAL instalasi pengolahan air limbah Sungai lain yang tercemar berat adalah Ciliwung. Sungai ini memiliki panjang 120 kilometer yang berhulu di Gunung Gede, Kabupaten Cianjur melewati kawasan pemukiman, kawasan pabrik, melewati 3 kota besar yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta, yang akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. Berdasarkan perhitungan SNI terdapat sekitar ton sampah per hari yang dihasilkan kedua sungai tersebut yang “disetor” ke laut atau berarti terdapat setidaknya ton sampah setiap tahunnya yang masuk ke laut. Untuk melihat eskalasi yang terjadi, tidak saja Citarum termasuk 28 km aliran sungai Cikapandung yang melintasi kota Bandung, Ciliwung dan Cisadane saja yang bermasalah. Menyitir dari data KLH 2013, maka terdapat 75 persen dari 57 sungai besar yang ada di Indonesia yang dikategorikan tercemar berat, 60 persen penyebabnya berasal dari limbah domestik rumah tangga. Tingkat cemaran sungai dari limbah domestik tidak lepas dari sikap mental masyarakat yang menganggap sungai merupakan “halaman belakang” dan dapat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah umum. Masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kali, tampaknya telah kehilangan etika untuk menjaga kebersihan lingkungan sungai. Sampah plastik yang ditemukan di pantai Paloh, Kalimantan Barat. Indonesia merupakan satu dari negara pencemar sampah plastik terbesar di lautan. Foto WWF-Indonesia Di negara berkembang lain seperti Tiongkok, hal yang sama pun terjadi. Sungai-sungai di Tiongkok memiliki tingkat polutan yang amat tinggi, baik dari sampah domestik maupun limbah industri. Tiongkok mempunyai dua sungai yang berpredikat masuk 10 sungai terkotor di dunia yaitu sungai Yellow dan sungai Songhua. Sungai lain di Tiongkok yang tercemar berat adalah sungai Yenisei. Sungai ini dikenal berbahaya lantaran racun, radiasi, dan hasil cemaran rumah tangga. Sungai Yenisei telah terkontaminasi pada tingkat parah dan serius. Saking kotornya sungai-sungai di Tiongkok akibat cemaran industri dan rumah tangga, sempat memunculkan cerita satire tentang orang yang tak jadi bunuh diri di sungai, bahkan berusaha kabur keluar karena terlanjur jijik dengan sampah yang ada di sungai. Seperti Indonesia, Filipina pun mempunyai beberapa sungai yang sangat kotor dan mempunyai tingkat polutan yang sangat tinggi seperti sungai Marilao dan Pasig yang membelah metro Manila. Sungai-sungai ini dipenuhi sampah domestik dan limbah industri yang membuat air sungai ini berada pada tahap berbahaya. Pemerintah pun turun tangan. Salah satunya mengontrol limbah rumah tangga yang masuk ke aliran sungai ini. Upaya yang dilakukan mirip yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama, yaitu memindahkan sebagian pemukiman kumuh yang berlokasi di badan sungai ke tempat yang lebih layak huni. Sungai Karang Mumus yang melintasi kota Samarinda pun tidak luput dari sampah plastik. Foto Misman Selain limbah domestik, limbah Industri juga berperan besar memberi polutan bagi lautan. Industri yang tidak mengoperasikan IPAL secara optimal akan membuang limbahnya langsung ke sungai karena kapasitas IPAL tidak sesuai dengan kapasitas produksi. Jika terjadi demikian maka industri tersebut akan menyembunyikan saluran pembuangan limbah industrinya agar sulit dijangkau petugas hukum. Undang-Undang di Indonesia yang berhubungan dengan lingkungan, pengelolaan wilayah badan sungai dan hunian sebenarnya sudah banyak. Tinggal bagaimana pemerintah memiliki ketegasan untuk melaksanakan dan menegakkan aturan yang ada. Termasuk di dalamnya kewajiban pemerintah untuk melakukan monitoring pembuangan limbah industri berdasarkan PP tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Dengan mengatur limbah domestik daratan dan aliran sungai dengan baik, disertai dengan teknologi pemusnahan sampah yang efektif, semoga Indonesia dapat keluar dari daftar salah satu negara pencemar laut terbesar di dunia. * L. P. Hutahaean, penulis adalah praktisi teknik planologi dan pengamat wilayah perkotaan Artikel yang diterbitkan oleh iqNO.